Refleksi 2015 Bang Gondrong ..


Apa makna hakiki dari berjuang?
Kami memulai perjuangan tahun dua ribu sepuluh, dengan sedikit orang yang gelisah dengan kondisi dan syarat syarat kerja yang menunjukkan grafik penurunan yang signifikan. Padahal pekerjaan kami tekuni dengan penuh tanggung jawab dan rasa memiliki yang sangat tinggi.

Kami sadar waktu itu kondisi akan terus memburuk seiring dengan perjalanan waktu, 6 tahun sebelumnya kami sangat merasa tenang karena keahlian dan dedikasi dihargai sepadan, tetapi perjalanan bisnis yang profit oriented akhirnya membuat banyak keputusan untuk melakukan usaha usaha memperbesar margin usaha dari semua lini operasional bisnis.

Kesalahan utama yang tidak pernah disadari oleh para manajemen waktu itu adalah pemangkasan biaya operasional lebih condong mengarah kepada pemangkasan kesejahteraan buruh. Itulah mengapa akhirnya timbul kata berjuang dalam benak 15 orang yang rata rata adalah kelompok orang muda yg tidak lagi merasa takut akan ancaman apapun walaupun taruhannya adalah tergulingnya periuk nasi, dimana seluruh kebutuhan hidup anak istri bergantung.

Berjuang waktu itu, sangatlah tidak menarik buat buruh buruh lainnya ... 15 orang berbanding 1.235 orang yang belum merasa perlu untuk berjuang.

Kondisi buruk waktu itu tidak hanya terbatas karena faktor internal di lingkungan perusahaan saja. Kondisi buruk juga karena kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang terus menerus menjajakan tenaga buruh kepada investor dengan sangat murah.

Gambaran sederhana saja, waktu itu upah minimum betul betul hanya cukup untuk makan mie instan sehari hari tanpa ada kesempatan buruh untuk menikmati makanan bergizi bila tidak ingin di pertengahan bulan sudah harus mulai berhutang ke warung. Indikator yg paling gampang boleh disurvey ke warung warung di kawasan perumahan, berapa tebal buku kas bon yang terisi setiap bulan.

Maka kalimat berjuang juga berarti adalah perjuangan eksternal terhadap pemerintah yang sudah abai terhadap kesejahteraan rakyatnya. Waktu itu upah minimum hanya senilai 180 kilogram beras. Padahal sepuluh tahun sebelumnya upah minimum senilai 230 kilogram beras.

Hari ini 6 tahun kemudian, perjuangan memasuki babak baru dimana keberhasilan dan kegagalan datang saling berganti, keberhasilan internal kami telah mampu mengangkat kesejahteraan buruh secara finansial hampir 300% dari waktu 6 tahun lalu, dan itu berhubungan erat dengan keberhasilan perjuangan di eksternal hingga mampu menyamakan upah minimum kembali sesuai nilai 15 tahun yang lalu, yaitu setara dengan 220 kilogram beras.

Sayangnya perjalanan perjuangan yang sudah dilalui disamping memberikan dampak kesejahteraan meningkat tetapi di sisi lain berdampak buruk dengan menurunnya profesionalisme.

Tidak mau terlalu dalam tentang profesionalisme, hanya ingin memberikan kesadaran bahwa profesionalisme harus ditingkatkan bila ingin periuk nasi semua orang tidak sampai terguling. Kondisi emergency belum berakhir, marilah berjuang bantu menata ulang sumber pencaharian kita lebih tahan terhadap badai resesi dunia.

Batam, 28 Des 2015.
Salam Solidaritas Tanpa Batas!

Komentar

Postingan Populer