Betapa Manjanya Konglo Indonesia ...
Batam (22/10/2015) - #KPOnline. Seorang kawan bercerita tentang bisnis sampingannya. Ia memiliki 5 hektar kebun di daratan sumatera, memanfaatkan lahan gambut untuk dijadikan lahan produktif Untuk ditanami kelapa sawit.
Bercerita si kawan selepas bersantap makan siang saat istirahat kerja pukul 12 siang.
"Sekarang ini boleh dibilang lahan sawit saya tidak lagi menguntungkan seperti saat awal awal berkebun dulu", keluhnya seraya matanya menerawang jauh seakan akan hendak berusaha menembus batas pandang nun jauh disana.
"Harga per kilo sawit jatuh hanya 500 rupiah saja, sementara uang yang tertanam di bisnis sawit saya belum lagi balik modal".
"Berapa harga terbaik yang pernah pak Togap nikmati dulu?" Saya jadi penasaran ingin tahu lebih jauh tentang keluhan kawan itu.
"1800 rupiah pernah saya nikmati bung, terasa begitu menjanjikan dan saya yakin bisa secepatnya balik modal dengan harga itu". Jawabnya masih dengan tatapan menerawang.
"Susah kita dibuat para konglo pengusaha kebun sawit ribuan hektar di sana, ... mereka sekarang yang mengatur harga di tingkat petani, dan petani tidak bisa menjual selain kepada mereka mengingat untuk membuat penampungan dan pabrik pengolahan sudah diatur oleh peraturan pemerintah harus memiliki minimal luas perkebunan sekian ribu hektar".
"WALHI sebuah LSM Lingkungan Hidup yang ternama di Indonesia telah merelease hasil temuannya bahwa dua konglo besar yang memiliki hak kelola ribuan hektar adalah SINAR mas grup dan grup wilmar ... bahkan mereka memiliki sendiri pabrik pengolahan CPO sehingga mudah bagi mereka untuk mengatur harga sekecil mungkin agar mendapatkan keuntungan sebesar besarnya".
"Lalu apa hubungan para konglo itu dengan pembakaran hutan selama ini pak?" Semakin penasaran saya mendengar cerita kawan ini.
"Mereka itu terkenal sangat rakus bung ... melakukan pembakaran ribuan lahan untuk menghilangkan biaya alat berat dan pekerja saat melakukan perluasan kebun sakitnya".
"Setelah menghemat biaya buka lahan lalu mereka membuat parit di lahan tersebut agar lahan gambut berkurang kadar airnya, kalo ngga pokok tanaman sawit tidak bisa berdiri tegak bahkan mudah rubuh saat tertiup angin kecil sekalipun ..." lanjut pak togap.
"Saat sawit sudah berumur terkadang perlu kecukupan air tanah maka disitulah parit itu dialiri air".
"Saat panen ... parit itu digunakan sebagai jalur transportasi dengan kapal kayu untuk mengangkut hasil panen tersebut.
"Hmmm ...", tiba tiba terbayang betapa rakusnya.konglo pengusaha sawit tersebut memanfaatkan program pemerintah pemadaman api dengan membuat parit parit tersebut menggunakan alat berat dibantu personil tentara dengan jumlah banyak.
Artinya Para konglo tersebut kembali memperoleh penghematan biaya pembuatan parit, sewa alat berat dan bayar buruhnya untuk penggalian parit demi bisnis mereka.
Luarbiasa, mereka berhasil meminimalisir biaya bisnis perkebunan sawit mereka karena dibuatkan parit oleh pemerintah.
"Saya perkirakan mereka berhasil menghemat hingga 90% ongkos produksi dengan cara itu". Ucap si kawan memberikan penjelasan yang membuat hati saya teriris.
Luarbiasa rakusnya Konglomerat perkebunan sawit itu, bahkan hingga menjadi produk jadi salah satunya minyak goreng pun mereka mendapat banyak sekali kemudahan dari pemerintah.
Sungguh malang rakyat bangsa ini, tanahnya kaya tetapi tidak mendapat manfaat atas haknya sebagai rakyat malah menerima dampak asap yang entah kapan akan teratasi.
Cerita diatas adalah hasil penelusuran penulis yang sangat kecewa dengan telah berjatuhannya korban jiwa anak anak kecil akibat asap kebakaran hutan yang terus berlarut larut hingga saat ini.
Apakah benar yang terjadi seperti itu, silahkan memberikan tanggapannya.(Bung DJ)
Komentar
Posting Komentar