#KepungIstanaNegara

Hari Senin sehari sebelum tanggal 1 September, seorang buruh mengetuk pintu istana.
"Tok tok tok ... Saya ingin menyampaikan sesuatu kepada anda Presiden", kata buruh tersebut.
"Ada apa buruh ?", tanya sang Presiden.
"Istri-istri kami marah pada kami. Harga-harga sedemikian tingginya. Upah kami sebagai buruh tak mampu mengejarnya", kata sang buruh.
"Kami sedang berusaha. Tenanglah ...", jawab sang Presiden.
"Jangan lagi menarik subsidi. Perbaiki sistem jaminan kesehatan kami. Rakyat dan buruh mulai banyak yang marah-marah. Kami tuntut semua itu Presiden !", kata sang buruh dengan nada suara tidak puas.
"He he ... Tenanglah buruh ... Kerja kerja kerja ... Kita semua harus kerja. Mudah-mudahan kesulitan ini cepat selesai. Pemerintah juga sedang bekerja sekarang", jawab Presiden dengan tenang.
"Kami sudah mulai tidak sabar dengan semua ini wahai Presiden. Semakin hari semakin memburuk keadaan negeri ini. Kami tidak membencimu, tetapi pemerintahan ini terasa tidak berpihak pada kami. Besok kami akan datang dengan puluhan ribu kawan-kawan buruh kami, dengan harapan ada sesuatu demi perbaikan nasib rakyat dan buruh", berkata sang buruh dengan tatapan mata yang tajam.
"Ha ha ha ... Kalian besok mau pawai lagi ya ? Mau karnaval lagi ? He he ... Silahkan saja, kami sudah sangat terbiasa dengan pawai kalian. Kami akan temui pimpinan kalian, dan akan kami berikan janji-janji. Pulanglah buruh ... Pulanglah ... Kerja dan kerjalah kalian", kata sang Presiden dengan lembut.
Sang buruh pulang ...
Hatinya terkesima dengan ucapan Presiden yang mengatakan "pawai dan karnaval".
"Apakah hanya sebatas itu gerakan kaum buruh Indonesia ?", batinnya dengan hati yang nelangsa.
by: FRK

Komentar

Postingan Populer