Kisah Pejuang Wanita di Pabrik Korea

Kisah ini wajib dibaca ...

Kisah tentang seorang buruh perempuan pabrik garment yang dengan keberaniannya mendobrak kebobrokan management perusahaan asal Korea. Hingga akhirnya sang buruh perempuan ini yang seorang ketua PUK di pindah ke bagian "cleaning services". (ditulis oleh Farid Ridho Kurniawan).

Jakarta (31/08/2015) - #KPOnline. "Saya seorang ibu rumah tangga. Berawal dari kebutuhan ekonomi yang semakin mendesak, saya harus bekerja membantu suami untuk memenuhi kebutuhan hidup", kata kawan buruh perempuan kita ini mengawali ceritanya.
Akhirnya saya melamar di pabrik garment yang tdak jauh dr rumah. Dan saya diterima di pabrik tersebut. Karena saya masuk dalam lingkungn baru, saya mempelajari tentang seluk beluk perburuhan lewat Google. Bagaimana perusahaan, bagaimana buruh, sistem, aturan dsb. Karena saya memang hobi mempelajari hal-hal baru.

Saya menjalani hari-hari di dalam pabrik garment dengan enjoy. Tetapi semakin hari saya merasa miris. Melihat sistem di perusahaan dan perlakuan perusahaan mengenai berbagai hal. Hampir semua aturan yang ada memberangus hak para pekerja. Sama sekali tidak ada kontrol sosial. Tapi saya tdk serta merta menyalahkan. Saya menilai ada oknum perusahaan yang saya anggap sedang berbuat zolim. Tetapi yang membuat saya sedih adalah mengapa kawan-kawan diam saja ? Mengapa mereka manut saja ? Padahal diperlakukan seenaknya. Tapi saya pun tak bisa menyalahkan. Itu karena keadaan.
Saya pelajari ternyata hampir 99 persen buruhnya kurang memiliki pengetahuan tentang perburuhan. Saya baru mengerti kenapa mereka seperti itu. Ternyata karena mereka tdak punya pemahaman yang baik tentang perburuhan. Yang mereka fikirkan adalah yang penting kerja ! Aman, nyaman, gaji gede dan terus lancar. Tanpa berfikir sesuatu di depan banyak kemungkinan terjadi hal yg tdak diinginkan.

Disitulah, melihat keterpurukan ini, saya bertekad ingin mencerdaskan anak bangsa. Dengan melakukan pendekatan melalui pengetahuan. Walaupun kebanyakan apa yg saya lakukan tidak diterima oleh kawan-kawan buruh yang lain, tapi saya tetap bertekad mendobrak kejumudan ini. Saya sosialisasikan berbagai hal. Perlahan-lahan, selama 3 tahun saya berjuang membuka fikiran mereka.

Sendirian !
Sendirian tanpa siapapun yang menemani ketika saya mensosialisasikan tentang apa itu perburuhan
termasuk tentang kenaikan upah tahunan. Saya menjelaskan kepada kawan-kawan bahwa kenaikan upah adalah hasil perjuangan kawan-kawan buruh yang telah sadar pentingnya berserikat. Kawan-kawan saya di tempat saya bekerja masih tidak tertarik untuk memahami. Bahkan saya disebut orang gila oleh salah satu teman dekat saya.
"Jangan urusin yang gituan. Itu mah urusan pemerintah sama atasan. Kita mah yang penting kerja aja", katanya, "toh kalau gaji naik kita juga pasti ikut naik gaji", katanya lagi pada saya dengan nada suara menyebalkan.

Nah, ketika kenaikan upah untuk tahun 2015, seperti biasa setelah SK gubernur di tanda tangani, kopi SK nya langsung saya sebar di pabrik. Namun apa yg terjadi ? Di tahun ini pihak perusahaan melakukan penangguhan upah secara terang terangan. Semua buruh dipaksa menandatangani surat persetujuan permohonan penangguhan. Yang tidak tanda tangan diancam dikeluarkan. Saya dengan sekuat tenaga mencegah hal itu. Saya terus memberi pemahaman kepada kawan kawan yang lain. Tapi saya dianggap orang gila !
Dari 1300 karyawan, hanya saya yang tidak bersedia menandatangani ...
Saya diancam. Saya diikucilkan. Saya tidak dikasih kerjaan. Tapi saya lawan ! Saya bekerja aja seperti biasa.
Waktu terus berjalan, tapi komunikasi saya dengan kawan-kawan aktivis buruh tidak putus. Tiba tiba datang kabar SK penangguhan untuk PT kami sudah di tanda tangani Gubernur. Saya marah ! Atasan saya tekan ! Saya minta pertanggung jawaban !
Saya terus melakukan sosialisasi kepada kawan-kawan buruh tentang penangguhan yang pasti dijalankan. Disitulah kawan-kawan buruh mulai terbuka fikirannya. Hingga akhirnya terjadi aksi spontan. Disaat aksi terjadi tidak ada satupun buruh yg berani maju. Disitulah saya maju. Berorasi dan melakukan perundingan.
Tapi di dalam perundingan antara perusahaan dengan saya tidak menemukan kesepakatan. Saya ingin penangguhan tidak dijalankan. Tapi perusahaan ingin ada penangguhan selama 2 bulan. Akhirnya saya keluar dan melanjutkan aksi penolakan sampai keinginan kami dikabulkan. Tapi di tengah perjalanan, tanpa sepengetahuan kami, perusahaan memilih penghianat yang di klaim oleh perusahaan sebagai ketua SPTP. Si penghianat itu menanda tangani kesepakatan mewakili kami menyetujui penangguhan upah selama 2 bulan.
Saya marah sekali ....
Tapi harus gimana lagi ?

Saya menyesal meninggalkan ruang perundingan waktu itu. Setelah itu kami masuk kerja kembali seperti biasa. Tetapi kemarahan saya semakin bertambah. Kawan-kawan yang paling depan dalam aksi, termasuk saya, diancam akan di keluarkan oleh pihak perusahaan. Absen kami sudah di black list. Dari situ banyak kawan-kawan yang mulai terbuka fikirannya. Mereka mendatangi saya. Ya, kami akhirnya belajar, bagaimana dan apa pentingnya berserikat.
Kemudian kami membentuk komite persiapan pembentukan serikat, yang dihadiri oleh 28 orang. Dan saya terpilih jadi ketua komite.
Waktu terus berjalan ...
Kami gerilya mengajak kawan kawan yang lain untuk menjadi anggota sp kami. Kami melaksanakan pendidikan hampir tiap hari. Sampai kami kelaparan, kehujanan, dan terkucil. Tapi kami tetap semangat ! Sampai akhirnya setelah satu bulan, pihak perusahaan mencium gerakan kami. Akhirnya perusahaan membentuk SPTP. Dan semua karyawan wajib menjadi anggotanya.
Disitulah terjadi perang tersembunyi. Hampir semua karyawan tidak mau jadi anggota SPTP. Menyikapi yang terjadi kami melakukan rapat mendadak mendeklarasikan serikat . Dan berafiliasi dengan salah satu serikat buruh. Dihadiri 33 orang, dan saya terpilih menjadi ketua.

Tetapi pihak perusahaan melakukan diskriminasi memaksa buruh untuk melakukan yang mereka mau. Ketua SPTP bersama dengan management memaksa semua karyawan wajib jadi anggota SPTP dan melarang ikut serikat yang kami dirikan, dan jika menolak akan di pecat.
“Kebetulan ketua SPTP tersebut adalah atasan langsung saya”, kata kawan buruh perempuan kita ini, “Jadi seperti anak buah dan atasan berperang demi sebuah tujuan yang berbeda. He he he …”, katanya dengan tersenyum simpul.
Ketika pencatatan serikat kami selesai, saya ajak atasan saya (ketua SPTP) untuk membicarakan masalah yang terjadi di pabrik kami. Saya debat dengan beliau. Saling mengeluarkan pendapat dan akhirnya beliau menyerah dan menerima pandangan saya .
“Kita sama-sama orang Indonesia pak. Dan sebagai orang Indonesia kita harus ikut aturan yang yang ada di Indonesia”, kata kawan buruh perempuan kita ini kepada atasannya, “Janganlah bapak malah membela orang Korea itu ! Orang asing itu jelas-jelas melanggar aturan perburuhan di Indonesia !”, katanya kepada sang atasan.
Akhirnya atasan saya tersebut menyerah ...
Beliau mengundurkan diri dari ketua SPTP, dan mundur jadi boneka Korea.
Kemudian saya meminta ijin ke atasan untuk pemberitahuan keberadaan serikat yang kami bentuk kepada perusahaan. Saat pemberitahuan kepada perusahaan, kita malah diceramahi oleh manager HRD dan manager produksi. Saya menyimak apa yang mereka sampaikan. Ketika saya mulai bosan mendengar ceramah mereka, saya berkata pada mereka,
“Intinya bapak-bapak mau mengakui serikat yang kami bentuk ini atau tidak ? Jika bapak-bapak tidak mau mengakui, maka kami akan membawa masalah ini ke ranah hukum ! Kami anggap bapak-bapak semua telah menghalang-halangi pendirian serikat pekerja yang dijamin oleh undang-undang !”, kata saya dengan suara lantang kepada mereka.

Dan mereka semua akhirnya mundur teratur. Mungkin mereka khawatir jika saya akan laporkan hal ini kepada pihak pemerintah dan induk serikat saya. Setelah pemberitahuan pendirian SP tersebut, esok harinya saya mengirim surat permohonan bipartit terkait pemberlakuan kenaikan upah tahunan. Tetapi sungguh di luar dugaan saya, ketika saya menyampaikan surat tersebut, saya malah di bentak-bentak ! Surat permohonan untuk melakukan bipartit yang saya bawa dilempar !
“Mentang-mentang menghadapi perempuan, seenaknya aja”, kataku dalam hati, “Dia pikir saya akan menangis dan lari ketakutan”.
Saya tidak takut !
Saya tunjuk muka mereka semua !,
Dan saya menjelaskan bahwa saya sebagai ketua PUK berhak melakukan perundingan kenaikan upah dengan perusahaan. Saya tunjukkan pada mereka tentang aturan pemerintah mengenai itu. Akhirnya perusahaan mau komunikasi dan berdiskusi dengan kami, walaupun ada perang dingin diantara kami semua.
Kemenangan-kemenangan mulai kami peroleh. Banyak perubahan di pabrik kami yang menyangkut kesejahteraan karyawan. Kenaikan upah tahunan diberlakukan sesuai kesepakatan. Walaupun sedih, karena harus ditangguhkan selama 2 bulan.
Sekarang tidak ada lagi atasan yang berani berteriak ketika kami meminta berunding, karena kalau ada yang berteriak, maka saya langsung berteriak juga lebih keras dari teriakkan mereka. Tidak ada yang berani memberikan sanksi maupun skorsing kepada saya dan para anggota. Anggota serikat yang selesai kontrak yang tidak sesuai dengan aturan saya permasalahkan. Saya mengajak perundingan, tetapi perusahaan tidak mempunyai itikad baik. Akhirnya setiap yang selesai kontrak saya kasuskan sampai tingkat mediasi di dinas tenaga kerja.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan mulai melakukan penekanan-penekanan kepada saya. Saya mulai di diskriminasi, dikucilkan, bahkan tidak diberikan pekerjaan.
Saya tidak mau menyerah !
Saya lawan semua perlakuan mereka terhadap saya !
Sampai akhirnya, saya dimutasi ke bagian kebersihan ....

Alasan yang mereka sampaikan karena saya sering tidak masuk kerja, tidak mau disuruh lembur, dan terlalu sibuk mengurus kegiatan organisasi.
“Agar kau dapat lebih leluasa menjalankan kegiatan organisasi”, kata mereka pada saya.
“Modus banget …”, kata saya dalam hati, “Mereka pikir saya akan malu untuk melakukan pekerjaan kebersihan ini ? Tidak ! Saya akan lakukan pekerjaan itu sambil mencari celah untuk melawannya !”.

Departemen HRD mengeluarkan SK mutasi saya ke bagian kebersihan. Tetapi esok harinya, saya mengirim surat penolakan terhadap SK tersebut. Dan mengirim surat pengaduan ke induk serikat pekerja saya, juga ke Disnaker, ke DPRD, dan ke Bupati.
“He he .... Akhirnya PT kalah lagi ... Dari pada terjerat UU 21, mending nyerah dulu katanya ... Dan akhirnya saya kembali lagi bekerja di departemen asal …”, kata sang buruh perempuan pemberani ini.
“Intinya kita harus berani !Kita harus lawan ! Bekali dengan pemahaman yang matang tentang ilmu perburuhan, dan terus belajar”, katanya lagi dengan semangat 45, “Lawan pasti menang ! Walaupun saya cuma satu orang”.
Demikian kisah ini, dan sekarang anggota serikat kami tinggal 6 orang saja yang masih mau aktif. Karena anggota kami diberangus semua. Tapi semua ini tidak menyurutkan keberanian, bahkan ini menjadi PR berat buat saya. Saya hanya seorang buruh dan rakyat yang mau belajar dan berusaha merubah keadaan kita menjadi merdeka seutuhnya.
“Asal kita jalani dengan ikhlas , perjuangan ini pasti kita dapat menangkan. Tuhan akan akan membantu kita, jika kita berjuang dengan ikhlas”, kata kawan buruh perempuan kita ini mengakhiri ceritanya.

“SALAM PERJUANGAN ! LAWAN ! LAWAN ! LAWAN KEDZOLIMAN DAN KETIDAKADILAN”

Wassalam dan salam sejahtera,

Komentar

Postingan Populer