"Kisah seorang kawan Garmet Batam ..."
Seorang pria, bernama Kumala Winoto, 28. Setelah beberapa menit mengamati informasi lowongan kerja di bagian tengah papan lowongan kerja, Kumala Winoto dan puluhan pencari kerja lainya berpindah ke papan pengumuman lowongan kerja di sebelah kanan. Ia mengamati satu persatu informasi lowongan kerja. Sejurus kemudian, ia pindah lagi ke papan pengumuman lainnya.
Ia mencari lowongan kerja yang memenuhi kualifikasi yang dimilikinya. Namun hingga menjelang sore, Kumala Winoto tak kunjung menemukan lowongan kerja yang sesuai kualifikasinya. Ia mengela nafas panjang dan bersiap untuk pulang ke rumahnya di Kampung Mangsang RT 03 RW 03, Kelurahan Mangsang, Kecamatan Seibeduk, Batam. Tetapi hujan menghalangi langkahnya. Ia surut langkah dan duduk bersama puluhan pencari kerja lainnya.
“Sudah setahun lebih saya mencari kerja seperti ini. Di sini setiap hari ramai sampai jam tiga (pukul 15.00),” ujar Winoto saat ditemui Majalah Batampos, Jumat sore.
Pria yang sudah menikah ini mulai mencari kerja lagi setelah kontraknya di perusahaan PT Team Metal Indonesia berakhir 8 April 2014. Sejak itu, setidaknya dua kali sepekan ia mendatangi Community Centre Batamindo untuk mencari informasi lowongan kerja. Sesekali pula mencari informasi melalui teman-temannya. Dengan informasi itu ia mendatangi perusahaan yang membuka lowongan kerja di kawasan industri di Mukakuning dan Batam Centre. Dari rumahnya ia mengendarai sepeda motor merah miliknya sambil membawa tas berisi lamaran kerja.
“Saya sudah sering memasukkan lamaran kerja di perusahan-perusahaan di Mukakuning dan Batam Centre, tapi belum ada panggilan kerja,” ucapnya lesu.
Ia sudah melakoni itu selama satu tahun dan tiga bulan. Umurnya yang sudah 28 tahun salah satu penghalang. Sebab, kebanyakan perusahaan lebih memilih calon pekerja usia 25 tahun atau 26 tahun untuk posisi operator. Sementara pencari kerja di Batam terus bertambah setiap bulan. Data di Dinas Tenaga Kerja Batam, pencari kerja selama 2015 ini rata-rata ada 2.500 orang pencari kerja setiap bulannya. Serbuan pendatang baru dari berbagai daerah di Indonesia membuat persaingan mencari kerja semakin sengit. “Susah mencari pekerjaan sekarang,” katanya.
Meski begitu, pria yang tinggal di rumah liar (ruli) Kampung Mangsang bersama istrinya ini tidak patah semangat. Istrinya terus memberi semangat sehingga ia tak lelah mencari pekerjaan. Modal mencari pekerjaan ia dapat dari pencairan dana jaminan hari tua (JHT). Sebab setelah masa kontrak kerjanya habis, ia tidak mendapat pesangon maupun uang terima kasih. Ia mencairkan dana JHT satu bulan setelah berhenti bekerja. Hanya beberapa bulan, modal yang juga digunakan untuk biaya hidup sehari-hari habis. Kini istrinya yang bekerja sebagai cleaning service di salah satu perusahaan di Mukakuning menjadi tulang punggung.
***
Winoto menjejakkan kaki di Batam tahun 2008 silam. Pria asal Semarang Jawa Tengah ini menceritakan, ia nekad merantau ke Batam setelah lulus SMK jurusan Elektronik. Ia pun melamar di perusahaan elektronik yang bertebaran di Batam melalui perusahaan penyalur tenaga kerja, PT Petra Ariesca Batam yang berkantor di Batam Centre. Ia diterima dan ditempatkan di PT Team Metal Indonesia yang berlokasi di Tanjunguncang sejak 4 Maret 2008. Posisinya operator. Ia merakit komponen elektronik. Statusnya karyawan kontrak.”Saya dikontrak selama tiga bulan,” ungkapnya.
Sebagai karyawan kontrak ia mendapat gaji standar upah minimum kota (UMK). Kala itu, UMK Batam Rp 960.000. Gaji itu sudah termasuk tunjangan. Tetapi diluar uang transportasi dan uang kehadiran. Selama bekerja, ijazah Kumala Winoto ditahan perusahaan penyalur. Ijazah itu menjadi jaminan bahwa ia tidak akan menyalahi kontrak kerja selama tiga bulan.
“Kalau mundur di tengah jalan kita harus membayar denda ke perusahaan. Contohnya kalau kita masih ada kontrak tiga bulan kemudian mundur, ya bayar denda berdasarkan gaji terakhir tiga bulan,” jelasnya.
Winoto pun tidak mau menyalahi kontrak kerja. Ia juga disiplin dan tidak pernah telat masuk kerja. Sebab bila telat tiga menit saja, karyawan akan didenda dan gajinya dipotong satu jam. Tunjangan pun tidak didapat. “Masuk kerja jam tujuh (pukul 07.00), jadi saya berangkat dari rumah sekitar jam enam dan tiba sebelum jam 7,” ujar Winoto.
Selama tiga bulan ia tidak menyalahi kontrak sehingga kontraknya diperpanjang. Perpanjangan kontrak itu hanya sembilan bulan. Sembilan bulan kemudian masa kontraknya habis tetapi perusahaan masih menginginkannya bekerja. Ia pun mendapat pembaruan kontrak selama satu tahun. “Ada jeda 30 hari sebelum memulai kerja lagi selama satu tahun,” katanya.
Tanggal 3 Maret 2010, masa kontrak pembaruan habis. Dengan demikian ia telah dua tahun bekerja dan telah mengikuti aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Perusahaan pun memberikan surat pengalaman kerja. Tetapi perusahaan penyalurnya, PT Petra Ariesca Batam memintanya memasukkan lagi lamaran kerja yang baru. Winoto menurut saja. Lamarannya langsung diterima. Statusnya karyawan kontrak. “Saya dikontrak dua tahun lagi,” tegasnya.
Ia pun kembali bekerja mulai 5 April 2010 dan ditempatkan di perusahaan yang sama, PT Team Metal Indonesia. Posisinya tetap operator dengan gaji standar UMK. Ketika satu tahun bekerja, perusahaan penyalurnya berganti nama menjadi PT Danka Hureco. Namun itu tidak memengaruhi status Winoto. “Perusahaan penyalur hanya berganti nama. Pemiliknya tetap,” katanya.
Dua tahun kemudian, masa kontrak Winoto berakhir. Tepatnya tanggal 4 April 2012. Seperti saat pertama kali, Winoto tidak mendapat uang terima kasih sebab statusnya karyawan kontrak. Ia hanya mendapat sertifikat pengalaman kerja dari perusahaan penyalur dan turut ditandatangani manajemen PT Team Metal Indonesia.
Ketika masa kontrak telah habis, ternyata tenaganya masih dibutuhkan. Winoto kembali diminta memasukkan surat lamaran baru. Kali ini tidak lagi melalui penyalur. Ia langsung memasukkan surat lamaran ke perusahaan sebelumnya. PT Team Metal Indonesia mulai mempekerjakan Winoto tanggal 9 April 2012. “Jadi saya direkrut langsung PT Team Metal Indonesia,” tegas Winoto.
Statusnya karyawan kontrak selama dua tahun untuk posisi operator. Gaji standar UMK. Saat bulan-bulan terakhir masa kerja gajinya standar UMK 2014, yakni Rp 2.422.092. Ditambah uang transportasi Rp 550 per hari dan uang kehadiran Rp 90 ribu per bulan. Total gaji yang bisa ia bawa pulang Rp 2,6 juta. Ia bisa mendapat lebih jika mendapat lembur satu pekan atau dua pekan. Maksimal 40 jam per bulan. Tetapi ia jarang mendapat lembur. “Kalau lembur bisa dapat gaji Rp 2,8 juta atau Rp 2,9 juta,” beber dia.
Tanggal 8 April 2014, masa kontrak Winoto pun berakhir. Perusahaan tidak memperpanjang kontraknya, apalagi meningkatkan status menjadi karyawan tetap. Padahal ia sudah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama, meski empat tahun sebelumnya direkrut melalui perusahaan penyalur.
Meski empat tahun melalui penyalur dan dua tahun langsung direkrut oleh PT Team Metal Indonesia, Winoto menuntut agar dipekerjakan kembali dengan status karyawan tetap. “Saya menuntut dipermanenkan karena sudah enam tahun bekerja di perusahaan yang sama dan mengerjakan pekerjaan inti di peruahaan itu,” katanya.
Winoto melihat celah bahwa pekerjaan inti sebenarnya tidak boleh dikerjakan karyawan subkon atau karyawan kontrak dari perusahaan lain, apalagi pekerjaan itu bersifat kontinyu, bukan pekerjaan musiman.
Ia pun memercayakan dan menguasakan kepada Ketua Pimpinan Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) PT Team Metal Indonesia untuk mewakilinya mengajukan tuntutan. Winoto tidak sendiri mengajukan tuntutan. Ada sembilan orang lainnya yang telah bekerja sembilan tahun dan sepuluh tahun. Bulan Mei atau satu bulan setelah masa kontrak habis, PUK FSPMI mendatangi perusahaan mewakili sepuluh orang yang mengajukan tuntutan secara kolektif.
“Tetapi tiga kali pertemuan dengan manajemen perusahaan hasilnya deadlock,” ujar Winoto.
Akhirnya perkara mereka adukan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam untuk dimediasi. Pada proses mediasi ini, pihak PT Team Metal Indonesia cukup kooperatif. Dua kali datang dan hanya sekali absen.
Dari pertemuan tersebut, Dinas Tenaga Kerja Batam akhirnya mengeluarkan surat anjuran yang isinya sesuai tuntutan Winoto dan kawan-kawannya. “Anjuran dari Disnaker, kami dipermanenkan dan perusahaan membayar uang proses perkara selama tidak bekerja,” bebernya.
Uang proses perkara ini dihitung berdasarkan gaji terakhir dikali lamanya proses perkara. Namun anjuran Disnaker Batam tidak direspon perusahaan. Alasan perusahaan tidak memenuhi anjuran itu sebab Winoto dan kawan-kawan berstatus karyawan kontrak dari perusahaan penyalur atau outsourching selama empat tahun.
Diwakili Ketua PUK, gugatan lalu diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjungpinang, Kepri. Prosesnya berliku-liku dan melalui 10 kali sidang. Hasil sidang keluar April 2015. Putusannya, proses pengajuan gugatan ke PHI harus diulang. “Sidang harus diulang karena proses pengajuan perkara sebelumnya tidak berjenjang,” ungkap Winoto.
Proses pengajuan perkara berjenjang itu harus dimelalui PUK Serikat Pekerja Elektronik FSPMI dan diteruskan kepada Pengurus Anak Cabang. Selanjutnya memberitahukan kepada Pengurus Cabang. Setelah memberitahukan ke Pengurus Cabang, PUK SPEE yang mengajukan gugatan mewakili pekerja ke PHI.”Gugatan sebelumnya langsung oleh PUK SPEE, itulah alasannya proses sidang harus diulang lagi,” katanya.
Kini, Winoto dan kawan-kawan kembali menyiapkan berkas gugatan. Penggugat pun terus bertambah. Ada lima orang lagi yang bergabung dan mengajukan tuntutan yang sama. Mereka akan mengajukan gugatan secara kolektif. Ini sesuai dengan Pasal 84 UU No.2 Tahun 2004 yang menyatakan “gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus”.
Winoto dan rekan berharap kasus mereka ini berakhir baik dan hak-haknya bisa dipenuhi.
Sumber : batampos
Komentar
Posting Komentar