"Tolong bang ... ijazah saya ditahan pengusaha .."
Batam (15/08/2015) - #KPOnline. Alkisah waktu itu hari senin setelah jam kerja pukul 18.00 (10/08/2015) Saya dan ketua sedang bicara tentang carut marutnya dunia ketenagakerjaan di kota Batam saat kedatangan tamu non anggota dari sebuah restoran seafood bonafid di ujung jembatan dua barelang Restoran Golden Fish namanya.
Seorang gadis belia ditemani lelaki muda yang terlihat masih lugu lugu.
"Nama saya maisarah bang .. Ini Redi teman sekerja", si gadis memperkenalkan dirinya, dan Redi mengangguk sopan sekali.
"Oke ...duduklah, santai saja disini," jawabku, Lalu keduanya duduk di sofa merah hitam tempat dimana biasa para pengurus berkumpul dan berbincang.
"Omong-omong ... apa yang bisa dibantu dek?" Saya buka pembicaraan.
Lanjut ke niat kedatangannya, sarah dan Redi mengeluhkan ijazah aslinya yang ditahan oleh pemilik restoran setelah mengundurkan diri bahkan setelah berkali kali diminta tetap saja tidak diberikan.
"Sudah berapa lama kalian bekerja disana .. Apakah ada kontrak kerja yang dibuat?" Pertanyaan standard buat kasus kasus ketenagakerjaan.
...
...
Sarah yang berasal dari Durai pulau Karimun menceritakan awal diterima bekerja di restoran tersebut tanggal 16 mei 2015, training selama 2 minggu. Baru menerima upah satu setengah bulan kemudian, tepatnya tanggal 3 Juli 2015. Alangkah terkejutnya saat upah yang diberikan pengusaha cuma sejumlah Rp. 450.000,- dari seharusnya seperti yang dijanjikan diawal yaitu Rp. 1.200.000,- per bulan.
Menurut Sarah seharusnya dia menerima upah Rp. 1.650.000,- karena sudah mulai bekerja 1,5 bulan dipotong pinjaman 150.000,- Saat itu sempat ditanyakannya.Gadis lugu berusia 19 tahun yang polos itu tidak bisa menolak saat manajer restoran bilang bahwa upahnya hanya akan diberikan setengah bulan saja.
"Kami bekerja disana juga tidak ada perjanjian kontrak kerja secara tertulis ... upah yang kami dapat langsung masuk ke rekening tanpa ada slip gaji". Keluh Sarah.
"Saya resign setelah merasakan banyak sekali ketidak adilan, setiap hari bekerja mulai jam 08'30 hingga 21'30 termasuk di hari weekend. Tetapi upah tidak diberikan sesuai perjanjian". Saya melongo mendengar ceritanya ... untuk mendapatkan 1,2 juta harus bekerja lebih dari ketentuan undang undang tenaga kerja yg seharusnya cuma 40 jam saja seminggu, Sarah terpaksa bekerja 2 kali waktu yang diatur tanpa upah lembur, upahnya pun jauh dibawah UMK kota batam yang sebesar Rp. 2.700.000,- bahkan hanya diberikan setengahnya saja.
"Hmmm ... luarbiasa perbudakan yang terjadi di kota batam ini, memanfaatkan pekerja usia muda yang masih lugu sehingga tidak mengerti hak haknya sebagai pekerja". Saya bisa merasakan ketidak adilan yang sangat parah, saya juga punya anak anak akan sangat sedih bila hal itu terjadi pada anak anak saya.
Dengan raut wajah sedih sarah memohon pertolongan agar bisa mengambil ijazah asli SMU nya. Ijazah asli adalah persyaratan saat mau diterima bekerja di tempat itu.
Manajernya bilang ijazah saya ditahan karena saat mengajukan resign harus menjalani 2 minggu full bekerja baru bisa dikembalikan.
"Saya ngga tahan bekerja dengan perlakuan tidak adil tersebut sehingga saya langsung menyatakan berhenti tanggal 23 Juli dan upah saya hanya diberikan sebesar Rp. 270.000,- padahal sudah bekerja 20 hari semenjak gajian di awal juli". Sarah melanjutkan kisahnya dan merasa kesulitan untuk mencari kerja lagi karena ijazah tidak kunjung diberikan walaupun dia resign secara baik baik dan berkali kali datang menghadap ke manajemennya.
"Suasana kerja sangat tertekan ... pemiliknya yang seorang perempuan keturunan tionghoa juga selalu turun memberikan perintah perintah yang selalu berubah dengan ancaman sanksinya adalah pemotongan upah". Ucap Redi kawan sekerja Sarah yang juga resign karena tak tahan bekerja dengan ancaman potongan upah.
Redi, yang berusia 24 tahun juga menceritakan pengalaman pahitnya selama bekerja disana, dia menceritakan bahwa keterlambatan absensi yang menggunakan finger print setiap satu menit upahnya akan dipotong 5 ribu rupiah.
Redi sudah mendapat kerja baru, karena ijazah yang diberikan kepada pengusaha adalah ijazah sekolah menengah pertamanya.
Redi mengatakan juga bahwa kasus ijazah ditahan pengusaha dan pekerjanya resign ada tiga orang kawan lainnya bernasib sama.
Anak anak muda itu diterima bekerja sebagai pelayan restoran.
"Walaupun sebagai waiter ... kamu juga disuruh menanam dan menyiram bunga juga membersihkan kebun seperti tukang kebun ... untuk menjaga kebersihan setiap sampah puntung rokok yg ditemui pemilik restoran akan dihitung sebagai denda potongan upah kami sebesar Rp. 10.000,-.".
"Saya benar benar sudah ngga tahan ketika diperintahkan menyiram tanaman menggunakan selang air yang panjangnya sekitar 50 meter. Pemilik restoran melihat ada beberapa bagian selang yang bocor dan langsung menyalahkan saya katanya harus ganti selang itu dan upah saya akan dipotongnya untuk penggantian selang baru". Padahal menurut Redi selang itu sudah tua dan dipakai bersama semua pekerja disana yang kerjaannya tidak tentu, kadang pelayan ... kadang tukang kebun.
Setelah bercerita panjang mengenai banyaknya ketidakadilan akhirnya saya kasih petunjuk agar membuat pengaduan tertulis di atas materai dan diserahkan kepada pengawas dinas tenaga kerja kota batam, agar bisa dikirimkan surat panggilan kepada pengusaha restoran untuk menjalankan usahanya dengan benar tidak melanggar undang undang tenaga kerja, bahkan saya sarankan kepada Sarah dan Redi untuk melaporkan saja pasal penggelapan dokumen penting oleh pengusaha sebagai pidana kriminal.
Akhirnya Sarah dan Resi setuju untuk membuat surat pengaduan ke Disnaker kota Batam. Dan mereka akan terus menghubungi saya tentang perkembangannya.
....
Hari ini saya dikabari oleh sarah bahwa disnaker akan menyurati pengusaha (15/08/2015) waktunya dalam beberapa hari yang akan datang.
Saya tawarkan sarah untuk menemui pemiliknya hari ini bersama sama, sekalian mau mengkonfirmasi cerita Sarah dan Redi.
Pukul 14.20 kami tiba di restoran tersebut disuruh menunggu oleh kawan Sarah yang masih bekerja disana di tempat duduk pengunjung restoran.
10 menit berlalu hingga 45 menit, saya dikasih tahu oleh sarah bahwa pemiliknya tidak mau menemui kami. Saya bilang sama Sarah ya sudah manajernya saja, kata Sarah bernama Ibu Awang dan Supervisor nya bernama Ibu dewi mereka tidak mau menemui kami juga.
Jelas sudah bahwa cerita penindasan dari Sarah dan Redi adalah benar, karena terbukti pengusaha atau perwakilannya tidak punya niat baik untuk selesaikan masalah, padahal saya datang baik baik dan dengan niat baik.
Saya pikir tidak ada gunanya menunggu lagi, Sarah saya pesankan jika sudah punya keberanian akan saya antar melaporkan tindakan pengusaha ke polisi.
"Saya tunggu yaa .. tinggal kamu berani apa enggak aja". Ucap saya saat kami berpisah di parkiran restoran.
Komentar
Posting Komentar